BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebudayaan
dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena
kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum,
adat-istiadat, dan kemampuan lain untuk keperluan masyarakat (Prasetyo. 2004).
Suatu
kepercayaan tradisional dari pemikiran ada sisi baik dan tidaknya (pengaruh
kepercayaan tradisional), namun permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada
seorang Ibu pada masa kehamilan adalah masalah gizi. Kegiatan ibu hamil
sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan terhadap beberapa
makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Apabila kurangnya
asupan energi dari makanan, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ibu dan janin. Karena adanya kepercayaan dan pantangan terhadap beberapa
makanan, sehingga anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan yang masih minim pengetahuan mengenai kehamilan, melahirkan
dan menyusui.
Suku Jawa
termasuk suku terbesar jumlahnya di Indonesia. Kita banyak menemui perkampungan
atau desa yang dihuni oleh mayoritas suku Jawa maka tidak heran Jawa sangat
kental dengan adat istiadat dan pantangannya sampai saat ini.
Rangkaian
upacara adat jawa pada dasarnya
melambangkan harapan baik bagi sang bayi untuk utuh dan sempurna fisiknya dan
selamat serta lancar kelahirannya. Jadi berdasarkan fakta yang terjadi pada
masyarakat Jawa, dapat dikatakan bahwa ada beberapa nilai kepercayaaan
masyarakat Jawa atau cara pandang ibu hamil suku Jawa terhadap kehamilan, persalinan dan masa nifas.
Maka pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh
pelayanan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan
kesehatan. Sebab, tidak semua perawatan yang dilakukan dengan berpedoman pada
warisan leluhur tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja perawatan yang
dilakukan tersebut memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi
ibu dan bayinya (Ratna, 2010).
Tantangan peningkatan kesehatan ibu dan anak pada hakikatnya adalah mencapai
‘kesehatan bagi semua’, yakni terpenuhinya hak setiap ibu dan bayinya untuk hidup sehat, hingga dapat
meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah pelik yang tak kunjung
membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum dan budaya yang
kondusif. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama sekali
belum bisa dikatakan menggembirakan.
Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 angka kematian
ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100 ribu kelahiran. Tingginya
angka kematian ibu dan bayi sebesar 307 per 100 ribu kelahiran hidup, menjadi
salah satu indikatornya buruknya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta penanganan
telah dilakukan, namun disadari masih diperlukan berbagai dukungan.
Angka
Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994
masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu
terbesar (58,1%) adalah pendarahan dan eklampsia.
Kedua sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai.
Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal satu
kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang
persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut
SDKI 1997, masih tetap rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong
oleh dukun bayi. Usia
kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data
Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan
pertama di Indonesia adalah 18 tahun. SDKI 1997
melaporkan 57,4% Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan
sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda
kehamilannya, tetapi tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997
menjadi sebab utama menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan
kontrasepsi.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian Kesehatan Ibu dan
Anak?
1.2.2
Apakah aspek sosial budaya (jawa)
yang berkaitan dengan kesehatan ibu?
1.2.2.1
Apakah upacara kebudayaan jawa
mengenai masa kehamilan?
1.2.2.2
Apakah upacara kebudayaan jawa
mengenai masa persalinan?
1.2.2.3
Apakah upacara kebudayaan jawa mengenai
masa nifas?
1.2.3
Bagaimana peran bidan dalam
pendekatan sosial budaya khususnya dalam budaya jawa yang berkaitan dengan
peningkatan kesehatan ibu dan anak ?
1.3
Metode Penulisan
Penulisan
makalah ini menggunakan dua metode. Pertama metode deskripsi dengan menentukan
hal-hal yang hendak diamati dan kedua metode komparatif dengan membanding satu
dengan yang lainnya.
1.4
Tujuan Penulisan
1.4.1 Mengetahui
dan memahami tenang pengertian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
1.4.2 Mengetahui
apasaja upacara dan budaya jawa yang berkaitan dengan peningkatan Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA).
1.4.3
Mengetahui Bagaimana peran bidan dalam pendekatan sosial budaya khususnya dalam budaya jawa yang berkaitan dengan
peningkatan kesehatan ibu dan anak.
1.4
Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini pembahasan masalah difokuskan
terhadap upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) melalui pendekatan sosial
budaya khususnya budaya jawa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan.
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
Sedangkan menurut Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu
dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga
berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak
prasekolah sehat.
Angka
kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000
kelahiran hidup. Kematian ibu
adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat
persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh
dll (Budi Utomo, 1985).
2.2
Upacara Kebudayaan jawa yang Berkaitan dengan Peningkatan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Berdasarkan hasil wawancara saya (Nindia Ayu Lorenza)
dengan Ny. S, yang bertempat tinggal di Desa Bakur RT.06 RW.01 Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun, upacara
kebudayaan jawa yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang berkaitan dengan
peningkatan kesehatan ibu dan anak adalah sebagai berikut.
A. Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa kehamilan.
1.
Telonan
Acara
telonan ini merupakan acara selamatan pada ibu yang mengandung anak pertama,
yang dilaksanakan saat kehamilan ibu mencapai usia 3 bulan. Acara selamatan ini
disebut sebagai permohonan kepada yang Kuasa untuk keselamatan ibu beserta bayi
yang dikandungnya.
Pada
acara ini, biasanya menghidangkan panggang buceng, takhir (wadah dari daun pisang) berjumlah 3
buah, di isi dengan nasi punar dan lauknya. Yang hadir pada acara ini adalah
tetangga dan juga sanak saudara.
Peran Bidan:
·
Membantu dalam
penyelenggaraan acara tersebut, misalnya bidan membantu memasak bersama ibu-ibu
yang ada di sana. Di sela-sela kegiatan tersebut bidan dapat menjelaskan kepada
ibu-ibu apasaja kandungan gizi dalam makanan tersebut yang perlu di lengkapi dalam
asupan makanan ibu hamil agar terpenuhinya kebutuhan gizi bagi ibu dan
janinnya.
·
Saat banyak sanak
saudara dan tetangga yang berkumpul, bidan dapat menjelaskan bahwa budaya jawa yang
melarang ibu hamil ikut memakan hidangan yang dalam acara tersebut mungkin
kurang tepat, karena dengan begitu ibu
hamil tidak mendapat tambahan nutrisi untuk ia dan janinnya. Jadi, dengan
begitu, dengan di adakannya acara telonan ini dapat bermanfaat bagi kesehatan
ibu dan janinnya.
2.
Tingkepan
Acara
tingkepan ini merupakan acara selamatan untuk ibu yang mengandung anak pertama,
yang di laksanakan saat kehamilan ibu dengan usia 6 bulan. Acara ini biasanya
dimulai sehabis shalat Isya sampai selesai. Acara ini merupakan bentuk harapan dan permohonan supaya bayi
lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan
mengingat usia kehamilan yang semakin mendekati kelahiran. Hidangan sebagai ucapan
syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan sama seperti yang di sediakan saat acara telonan, namun
di tambah dengan Rujak buah-buahan, dihidangkan
sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan
menyenangkan dalam keluarga.
Selamatan
ini terdiri dari banyak rangkaian prosesi adat. Pertama, istri (ibu yang sedang
mengandung) duduk berdampingan dengan suami. Lalu, seorang wanita yang di
percaya sebagai dukun bayi memecah kelapa yang sudah tua, dan pecahan batok
kelapa tersebut digunakan sebagai gayung untuk memandikan pasangan tersebut
yang disebut dengan acara siraman. Dukun bayi tersebut yang pertama kali
memandikan dan disusul dengan kedua orang tua si ibu dan suami, baru setelah
itu sanak saudara yang ingin ikut memandikan juga di perbolehkan memandikan
pasangan tersebut. Acara siraman yang dilakukan tersebut menggunakan air bunga
setaman yang terdiri dari janur muda, daun andong dan daun pulungan. Setelah
air di dalam kendi habis, kendi tersebut dipecah. Setelah mandi, kedua orang
tersebut berjualan rujak, dan yang menjadi pembeli adalah saudara dan tetangga
yang hadir pada acara tersebut.
Peran Bidan:
·
Saat pembuatan
rujak dari buah-buahan kita sebagai bidan dapat menyarankan buah-buahan dan
mungkin juga jika ada sayuran, semua nya harus dicuci terlebih dahulu, agar
bersih dan tidak berakibat buruk bagi ibu dan janin.
·
Bidan dapat
mengingatkan kepada ibu, suami maupun keluarga yang hadir agar menjaga
kesehatan ibu,karena seiring
pertambahan usia kandungan, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan meningkat,
terutama setelah memasuki kehamilan trimester kedua. Sebab pada saat itu,
pertumbuhan janin berlangsung pesat, terutama
perkembangan otak dan susunan syaraf , serta membutuhkan
asupan gizi yang optimal.
·
Bidan
juga dapat menyarankan ibu untuk mulai mengikuti senam bagi ibu hamil untuk
mempersiapkan fisik dan mental ibu untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman
dan spontan.
3.
Procotan
Acara procotan merupakan acara selamatan
terakhir diadakan pada bulan kesembilan , dengan membuat jenang procot,
yaitu bubur beras yang dimasak dengan santan manis, setengah matang dan diberi pisang kepok utuh yang telah dibuang kulitnya. Setelah dimasak bubur
ini ditempatkan dalam takhir (wadah dari daun pisang). Pada acara makanan yang
biasanya ada adalah nasi uduk, panggang atau ingkung dan buah pisang.
Maksud
selamatan jenang procot adalah agar si bayi lahir dengan mudah
(atau dalam bahasa jawa di sebut mrocot).
Selain itu, selamatan pada bulan terakhir kehamilan ini juga dimaksudkan untuk
menghormati saudara-saudara
si bayi yang belum
lahir, yaitu air kawah (ketuban) dan ari-ari (tembuni atau plasenta), yang
menurut kepercayaan jawa
adalah teman si bayi.
Peran bidan:
·
Menyarankan ibu untuk banyak
memakan jenang procot yang telah dibuat
dimana terdapat buah pisang kepok yang telah matang di dalam jenang tersebut yang
mengandung 99 gram kalori, 1,2 gram protein, 0,2 gram lemak, 25,8 miligram karbohidrat,
0,7 gram serat, 8 miligram kalsium, 28 miligram fosfor, 0,5 miligram besi, vitamin A, 0,08
miligram vitamin B, 3 miligram vitamin C dan 72 gram air. Salah satu penyakit
yang sering dialami ibu hamil adalah anemia /kekurangan zat besi dimana
penyakit ini merupakan penyebab utama kematian ibu saat melahirkan.
Untuk mencegah kejadian buruk ini, ibu hamil disarankan untuk banyak
mengkonsumsi pisang.
·
Karena procotan ini
adalah selamatan terakhir pada ibu hamil di Desa Bakur, maka sebagai bidan
harus kembali mengingatkan bahwa kelahiran semakin dekat dan ibu harus lebih
menjaga kesehatannya, menanyakan bagaimana kegiatan senam hamil yang dilakukan
ibu, menanyakan bagaimana persiapan ibu menghadapi kelahiran. Sebab, tahap ini sudah mendekati proses
persalinan, sehingga janin yang dikandung pun sudah semakin berat dan besar,
membuat sang ibu hamil harus memperhatikan setiap pergerakan tubuhnya. Selain
itu, sang ibu hamil pun harus banyak beristirahat dan menyimpan tenaga untuk
menghadapi proses persalinan, karena dalam proses persalinan dibutuhkan tenaga
yang cukup besar untuk mendorong bayi keluar dari rahim sang ibu.
B.
Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa
Kelahiran.
Budaya masyarakat jawa saat seorang ibu melahirkan adalah melakukan acara brokohan.
Brokohan ini dilaksanakan saat hari kelahiran dengan tujuan agar proses
kelahiran dapat berjalan lancar, ibu dan bayi selamat dan sehat. Yang biasanya
dimasak saat acara ini adalah nasi putih, sayur lombok. Mie, panggang ayam dan
sambal kedelai. Pada saat ini, bidan tidak banyak berperan dalam tradisi
brokohan dirumah ibu, karena bidan sedang melaksanakan asuhan kebidanan pada
ibu bersalin dan nifas, contohnya peran bidan saat di tempat persalinan adalah
menyarankan ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
C.
Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa
Nifas.
1.
Sepasaran
Acara Sepasaran ini dilakukan pada saat bayi berusia 5 hari. Acara ini
berupa acara selamatan. Acara ini mengundang keluarga juga tetangga di sekitar
rumah.
Peran bidan:
·
Bidan dapat memantau perkembangan
bayi, karena normalnya pada hari ke 5-7 tali pusat bayi sudah kering dan lepas.
2.
Akikahan
akikahan ini biasanya dilakukan pada
saat bayi berumur 7 hari, namun jika tidak segera dilaksanakan juga tidak
dilarang. Jika bayi berjenis kelamin laki-laki maka dilaksanakan dengan
menyembelih 2 ekor kambing. Namun jika perempuan hanya seekor kambing. Dan juga
yang selalu ada ialah jajanan dari tepung beras yang di isi di isi dengan gula
yang biasa di sebut masyarakat mbel-mbel.
Peran Bidan:
·
Mengecek kembali tali pusat bayi
bila pada hari ke-5 belum terlepas.
·
Mengecek perkembangan bayi,
apakah berat badannya mulai bertambah, apakah ada kelainan, dll.
3.
Selapanan
Acara selapanan merupakan acara selamatan yang dilakukan pada saat bayi
berumur 35 hari. Hidangan yang biasanya dimasak adalah mbel-mbel, botok pelas,
krawu, telur atau daging ayam.
Peran bidan:
·
Bidan mengecek tangisan bayi, dan
biasanya bayi telah dapat mengepal kuat.
·
Memberitahu ibu agar jika
menggendong bayi, kepala nya harus di topang karena belum kuat untuk menopang
kepalanya.
·
Menyarankan ibu untuk
mengimunisasikan bayinya karena merupakan usia dimana bayi di imunisasi
hepatitis B.
4.
Telonan
Acara telonan ini merupakan acara selamatan pada saat bayi berumur 3 bulan.
Hidangan yang di suguhkan sama seperti pada acara selapanan.
Peran bidan:
·
Bayi dapat mengecek apakah
melihat dan mengikuti arah dimana ibu
·
Bidan mengingatkan ibu untuk
tetap menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
5.
Pitonan
Acara pitonan merupakan acara selamatan pada saat bayi berumur 6 atau 7
bulan. Hidangan yang disediakan sama seperti saat selapanan dan telonan. Pada
acara ini pada zaman dahulu, bayi dimandikan oleh dukun bayi, namun saat ini
sudah jarang ada di gantikan oleh nenek atau kakek atau mungkin saudara-saudara
lain. Dan pada saat bayi berusia 1 tahun biasanya masyarakat desa Bakur
mengadakan acara selamatan untuk memperingati hari ulang tahun anaknya.
Peran bidan:
·
Menanyakan kepada ibu sudahkah
ibu membawa bayinya untuk di imunisasi polio, DPT dan Hib, karena pada usia 7
bulan bayi seharusnya sudah mendapatkan imunisasi tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara saya (Maftuhah Riyandrini)
dengan Ny. M, yang bertempat tinggal di Desa Tambak Rejo RT.02 RW.02 Kecamatan
Pacitan Kabupaten Pacitan, upacara kebudayaan jawa yang dilakukan oleh
masyarakat setempat yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak
adalah sebagai berikut.
A.
Budaya
Masyarakat Desa Tambak Rejo pada Masa kehamilan.
1. Tingkeban
Acara tingkeban ini
dilaksanakan ketika masa kehamilan berumur 7 bulan. Hal-hal yang perlu di
perhatikan dalam acara tingkeban ini adalah:
·
Dawet ayu
Yaitu menggambarkan
kesenangan
·
Keleman
Yaitu
umbi-umbian sebanyak 7 macam, terdiri dari ubi jalar, ketela, gembili, kentang,
wortel, ganyong dan garut. Ini bermakna agar bayi yang lahir kelak mendapatkan
rezeki yang banyak dan mau hidup sederhana.
Selain itu
kepada ibu yang hamil pada acara ini di anjurkan untuk makan nasi kuning. Ini
dimaksudkan supaya bayi yang lahir nanti berkulit putih bersih.
Acara ini
dihadiri oleh keluarga dan tetangga sekitarnya sedangkan pelaksanaan nya
setelah shalat dzuhur.
Peran Bidan
dalam acara tingkeban :
1.
Bidan turut ikut
serta dalam acara tingkeban. Bidan membantu ibu-ibu memasak makanan yang akan
dihidangkan kepada undangan. Bidan mengikuti prosesi acara dari awal sampai
selesai acara.
2.
Dengan makanan yang
dihidangkan yaitu biasanya nasi dengan sayur kentang, kering tempe, dan lauk
daging , membantu memberikan tambahan gizi kepada masyarakat.
3.
Dalam acara ini
terdapat acara keleman yaitu umbi-umbian sebanyak 7 macam, terdiri dari ubi
jalar, ketela, gembili, kentang, wortel, ganyong dan garut. Dari masing-masing
umbi-umbian tersebut didalamnya mengandung banyak gizi yang baik untuk
dikonsumsi.
4.
Bidan berkesempatan
untuk memantau perkembangan dan keadaan ibu hamil di rumah secara langsung.
B.
Budaya Masyarakat Desa Tambak Rejo pada Masa
Nifas.
1.
Brokohan
Brokohan ini merupakan acara minta doa dan keberkahan. Brokohan
dilaksanakan 1 hari setelah kelahiran bayi. Doa-doa yang dibaca dalam acara
brokohan di antaranya, ayat kursi 7 kali, surat Al-Insyirah 3 kali, Surat
Al-Qadr 7 kali, Surat Al-Ikhlas 7 kali, Surat Al-falaq, An-Nass, dan Al-Fatihah
masing-masing 1 kali. Acara ini dihadiri oleh keluarga dan tetangga sekitarnya.
Peran Bidan
dalam acara brokohan :
1.
Kegiatan bidan yang
dilakukan dalam acara ini sama seperti kegiatan yang dilakukan dalam acara
tingkeban.
2.
Dalam acara ini,
keluarga yang memiliki hajat membuat nasi buceng, yaitu nasi yang dibentuk
seperti gunung tetapi ujungnya lancip, dan di sekelilingnya diberikan urap dan
diberi lauk tempe. Makanan ini diberikan kepada anak-anak. Sehingga, dengan
acara ini dapat membantu memberikan tambahan gizi untuk anak-anak.
2.
Mengebumikan Ari-ari (Mengubur
Plasenta)
Pada masyarakat kecamatan Pacitan, biasanya mengubur Plasenta bayi di
sebelah kanan pintu. Plasenta tersebut sebelum dikebumikan dimasukan kedalam
takhir terlebih dahulu. Pengebumian Plasenta di tambah dengan pemberian kunyit
dan bunga, dan di atas tempat penguburan plasenta diberi lampu atau lilin.
Dalam acara ini bidan tidak banyak ikut berperan, karena prosesi
mengebumikan ari-ari dilakukan oleh pihak keluarga.
3.
Tradisi Njagong bayi
Kata njagong berasal dari bahasa jawa yang berarti duduk-duduk
bercengkerama bersama sambil menikmati hidangan. Para tetangga biasanya datang
dalam rangka turut berbahagia atas kelahiran sang buah hati dari orang yang
mempunyai hajat. Tuan rumah juga ikut njagongi atau menemani ngobrol para tamu
yang datang sambil makan bersama. Tradisi ini berlangsung 5 hari setelah
kelahiran.
Peran Bidan
dalam acara njagong bayi :
1.
Memberikan tambahan
asupan gizi kepada masyarakat dengan adanya hidangan makanan yang disediakan
oleh keluarga yang mempunyai hajat.
2.
Bidan dapat
memberikan asuhan kepada ibu setelah melahirkan dan keluarganya mengenai
pelepasan tali pusat, cara memandikan bayi dengan benar dan kegiatan lainnya
melalui acara brokohan ini.
4.
Aqiqah
Acara aqiqah ini dilaksanakan pada hari ke-7 dengan acara penyembelihan
kambing, mencukur rambut bayi dan pemberian nama. Jika anak yang dilahirkan
adalah laki-laki maka jumlah kambing yang disembelih adalah 2 ekor, jika anak
perempuan maka hanya 1 ekor kambing.
Para tamu dan tetangga di undang untuk menghadiri acara tersebut dengan
maksud mendoakan sang bayi supaya menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada
kedua orang tuanya serta berguna bagi masyarakat. Di akhir acara para undangan
disuguhkan hidangan dengan menu utama daging kambing.
Peran Bidan
dalam acara aqiqahan :
1.
Memberikan tambahan
asupan gizi kepada masyarakat dengan adanya hidangan makanan yang disediakan
oleh keluarga yang mempunyai hajat.
2.
Bidan turut ikut
serta dalam acara tingkeban. Bidan membantu ibu-ibu memasak makanan yang akan
dihidangkan kepada undangan. Bidan mengikuti prosesi acara dari awal sampai
selesai acara.
3.
Bidan dapat
mengetahui apakah tali pusat sudah lepas apa belum. Selain itu bidan dapat
mengetahui bagaimana tumbuh kembang bayi apakah dapat berkembang dengan baik
atau tidak.
`
2.3
Peran Bidan dalam Pendekatan Sosial Budaya yang Berkaitan
dengan Peningkatan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA)
Bidan sebagai salah seorang anggota tim
kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat
menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran
serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas,
bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki
kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu
pelayanan kebidanan guna meningkatkan
angka Kesehatan Ibu dan Bayi (KIA) diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga
kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai
upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar
pentingnya kesehatan.
Melihat dari
luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh
bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya,
telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980
yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta
sistem pemerintahan desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa
untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan
pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari
masing-masing RT.
2. Mengenali struktur
kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat,
kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:
·
Jenis kelamin
·
Umur
·
Mata pencaharian
·
Pendidikan
·
Agama
4. Mempelajari peta desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis
kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat
dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif
dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah
komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke
suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat
setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari
sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk,
struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma
dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya (kebijakan) dan
akuntabilitas (pertanggungjawaban) profesi melalui pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk
ciptaan Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah
memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif
dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam
kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kebudayaan seolah tradisi tersebut benar adanya meskipun terkadang
tidak dapat diterima secara logika. Maka itu dalam
mengadakan pendekatan terhadap kebudayaan kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap kebudayaan itu, tetapi lebih
dari itu yaitu secara empati. Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional
setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada
masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kebudayaan
tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui
pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal
pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Suku
Jawa termasuk suku terbesar jumlahnya di Indonesia. Suku bangsa Jawa mengenal
upacara sehubungan dengan kehamilan.
Banyak budaya-budaya jawa yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran, dan masa
nifas. Budaya-budaya tersebut perlu kita pelajari dan kita tahu untuk melakukan pendekatan
kepada masyakarat jawa yang terbilang masih memegang teguh unsur budaya dalam
kehidupannya.
Pada masyarakat jawa, unsur-unsur kebudayaan yang terkadang ada yang kurang
menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara
lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima
informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat
keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat dalam
kaitannya dengan keadaan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit
atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud
penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk
berfikir tentang bagaimana hubungan sosial budaya dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang
dihadapi.
3.2.
Saran
1. Kita harus
selektif dalam menghadapi segala budaya-budaya yang telah lama berkembang
dalam masyarakat.
2. Budaya yang
berkembang dalam masyarakat tidak selamanya merugikan bagi dunia kesehatan, adapula yang bermanfaat maka dari itu perlunya bagi
kita untuk melestarikan
budaya-budaya yang bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
3. Perbedaan
budaya-budaya dalam masyarakat janganlah di jadikan sekat pemisah antar masyarakat.
4. Sebagai
tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita memperhatikan
adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini bermanfaat
bagi bidan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat sehingga masyarakat
dengan mudah percaya dan menerima apa yang diberikan oleh bidan. Karena
terkadang sebagai tenaga kesehatan, bidan mengalami kesulitan dalam memberikan
pelayanan yang bertentangan
dengan adat istiadat dan budaya setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Tiya. 2012. Budaya dan
Mitos-Mitos pada Suku Jawa. Diunduh dari http://tiyalestarisaid.blogspot.com/2.012/05/sosbud-budaya-dan-mitos-mitos-pada-suku.html. (Diakses tanggal 4 Desember 2012, 07:34)
Akriz.
2011. Makalah Aspek Sosial Budaya
Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan. Diunduh dari http://kti-akbid.blogspot.com/2011/03/makalah-aspek-sosial-budaya-kaitannya.html. (Diakses tanggal 18 Desember 2012, 19:57)
Anjarwati, Dian Warjanti. 2010. Aspek Sosial Budaya yang
Berhubungan dengan Kesehatan Ibu. Diunduh dari http://dheeachtkeyz.blogspot.com/2010/11/aspek-sosial-budaya-yang-berhubungan_19.html. (Diakses tanggal 8 Desember 2013,20:13)
Dzira. 2012. Buah Pisang Baik Untuk Ibu Hamil. Diunduh dari http://pondokibu.com/buah-pisang-baik-untuk-ibu-hamil.html. (Diakses tanggal 3
Januari 2013, 18:15)
Aprilia, Yessie. 2012. Senam Hamil. Diunduh dari http://www.bidankita.com/joomla-overview/monthly-guide/454-senam-hamil. (Diakses tanggal 3 Januari 2013, 18:35)