salam


Kamis, 20 Desember 2012

Makalah Ilmu sosial budaya pendekatan melalui budaya jawa


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain untuk keperluan masyarakat (Prasetyo. 2004).
Suatu kepercayaan tradisional dari pemikiran ada sisi baik dan tidaknya (pengaruh kepercayaan tradisional), namun permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada seorang Ibu pada masa kehamilan adalah masalah gizi. Kegiatan ibu hamil sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Apabila kurangnya asupan energi dari makanan, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Karena adanya kepercayaan dan pantangan terhadap beberapa makanan, sehingga anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang masih minim pengetahuan mengenai kehamilan, melahirkan dan menyusui.
Suku Jawa termasuk suku terbesar jumlahnya di Indonesia. Kita banyak menemui perkampungan atau desa yang dihuni oleh mayoritas suku Jawa maka tidak heran Jawa sangat kental dengan adat istiadat dan pantangannya sampai saat ini.
Rangkaian upacara adat jawa pada dasarnya melambangkan harapan baik bagi sang bayi untuk utuh dan sempurna fisiknya dan selamat serta lancar kelahirannya. Jadi berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat Jawa, dapat dikatakan bahwa ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat Jawa atau cara pandang ibu hamil suku Jawa terhadap kehamilan, persalinan dan masa nifas. Maka pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh pelayanan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan kesehatan. Sebab, tidak semua perawatan yang dilakukan dengan berpedoman pada warisan leluhur tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja perawatan yang dilakukan tersebut memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya (Ratna, 2010).
Tantangan peningkatan kesehatan ibu dan anak pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni terpenuhinya hak setiap ibu dan bayinya untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia.
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah pelik yang tak kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum dan budaya yang kondusif. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama sekali belum bisa dikatakan menggembirakan. 
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100 ribu kelahiran. Tingginya angka kematian ibu dan bayi sebesar 307 per 100 ribu kelahiran hidup, menjadi salah satu indikatornya buruknya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta penanganan telah dilakukan, namun disadari masih diperlukan berbagai dukungan. 
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah pendarahan dan eklampsia. Kedua sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal satu kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Usia kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan pertama di Indonesia adalah 18 tahun. SDKI 1997 melaporkan 57,4% Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda kehamilannya, tetapi tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab utama menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan kontrasepsi. 

1.2              Rumusan Masalah

1.2.1        Apa pengertian Kesehatan Ibu dan Anak?
1.2.2        Apakah aspek sosial budaya (jawa) yang berkaitan dengan kesehatan ibu?
1.2.2.1    Apakah upacara kebudayaan jawa mengenai masa kehamilan?
1.2.2.2    Apakah upacara kebudayaan jawa mengenai masa persalinan?
1.2.2.3    Apakah upacara kebudayaan jawa mengenai masa nifas?
1.2.3        Bagaimana peran bidan dalam pendekatan sosial budaya khususnya dalam budaya jawa yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak ?

1.3                Metode Penulisan

            Penulisan makalah ini menggunakan dua metode. Pertama metode deskripsi dengan menentukan hal-hal yang hendak diamati dan kedua metode komparatif dengan membanding satu dengan yang lainnya.

1.4       Tujuan Penulisan

1.4.1    Mengetahui dan memahami tenang pengertian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
1.4.2    Mengetahui apasaja upacara dan budaya jawa yang berkaitan dengan peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
1.4.3        Mengetahui Bagaimana peran bidan dalam pendekatan sosial budaya khususnya    dalam budaya jawa yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak.

1.4              Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini pembahasan masalah difokuskan terhadap upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) melalui pendekatan sosial budaya khususnya budaya jawa.












BAB II
PEMBAHASAN

          2.1       Pengertian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
Sedangkan menurut Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. 
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi Utomo, 1985).

2.2    Upacara Kebudayaan jawa yang Berkaitan dengan Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Berdasarkan hasil wawancara saya (Nindia Ayu Lorenza) dengan Ny. S, yang bertempat tinggal di Desa Bakur RT.06 RW.01  Kecamatan Sawahan Kabupaten Madiun, upacara kebudayaan jawa yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak adalah sebagai berikut.


A.  Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa kehamilan.
1.         Telonan
                        Acara telonan ini merupakan acara selamatan pada ibu yang mengandung anak pertama, yang dilaksanakan saat kehamilan ibu mencapai usia 3 bulan. Acara selamatan ini disebut sebagai permohonan kepada yang Kuasa untuk keselamatan ibu beserta bayi yang dikandungnya.
                        Pada acara ini, biasanya menghidangkan panggang buceng, takhir (wadah dari daun pisang) berjumlah 3 buah, di isi dengan nasi punar dan lauknya. Yang hadir pada acara ini adalah tetangga dan juga sanak saudara.
Peran Bidan:
·         Membantu dalam penyelenggaraan acara tersebut, misalnya bidan membantu memasak bersama ibu-ibu yang ada di sana. Di sela-sela kegiatan tersebut bidan dapat menjelaskan kepada ibu-ibu apasaja kandungan gizi dalam makanan tersebut yang perlu di lengkapi dalam asupan makanan ibu hamil agar terpenuhinya kebutuhan gizi bagi ibu dan janinnya.
·         Saat banyak sanak saudara dan tetangga yang berkumpul, bidan dapat menjelaskan bahwa budaya jawa yang melarang ibu hamil ikut memakan hidangan yang dalam acara tersebut mungkin kurang tepat, karena dengan begitu  ibu hamil tidak mendapat tambahan nutrisi untuk ia dan janinnya. Jadi, dengan begitu, dengan di adakannya acara telonan ini dapat bermanfaat bagi kesehatan ibu dan janinnya.

2.         Tingkepan
            Acara tingkepan ini merupakan acara selamatan untuk ibu yang mengandung anak pertama, yang di laksanakan saat kehamilan ibu dengan usia 6 bulan. Acara ini biasanya dimulai sehabis shalat Isya sampai selesai. Acara ini merupakan bentuk harapan dan permohonan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan mengingat usia kehamilan yang semakin mendekati kelahiran. Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan sama seperti yang di sediakan saat acara telonan, namun di tambah dengan Rujak buah-buahan, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga.
            Selamatan ini terdiri dari banyak rangkaian prosesi adat. Pertama, istri (ibu yang sedang mengandung) duduk berdampingan dengan suami. Lalu, seorang wanita yang di percaya sebagai dukun bayi memecah kelapa yang sudah tua, dan pecahan batok kelapa tersebut digunakan sebagai gayung untuk memandikan pasangan tersebut yang disebut dengan acara siraman. Dukun bayi tersebut yang pertama kali memandikan dan disusul dengan kedua orang tua si ibu dan suami, baru setelah itu sanak saudara yang ingin ikut memandikan juga di perbolehkan memandikan pasangan tersebut. Acara siraman yang dilakukan tersebut menggunakan air bunga setaman yang terdiri dari janur muda, daun andong dan daun pulungan. Setelah air di dalam kendi habis, kendi tersebut dipecah. Setelah mandi, kedua orang tersebut berjualan rujak, dan yang menjadi pembeli adalah saudara dan tetangga yang hadir pada acara tersebut.
Peran Bidan:
·         Saat pembuatan rujak dari buah-buahan kita sebagai bidan dapat menyarankan buah-buahan dan mungkin juga jika ada sayuran, semua nya harus dicuci terlebih dahulu, agar bersih dan tidak berakibat buruk bagi ibu dan janin.
·         Bidan dapat mengingatkan kepada ibu, suami maupun keluarga yang hadir agar menjaga kesehatan ibu,karena seiring pertambahan usia kandungan, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan meningkat, terutama setelah memasuki kehamilan trimester kedua. Sebab pada saat itu, pertumbuhan janin berlangsung pesat, terutama perkembangan otak dan susunan syaraf , serta membutuhkan asupan gizi yang optimal.
·         Bidan juga dapat menyarankan ibu untuk mulai mengikuti senam bagi ibu hamil untuk mempersiapkan fisik dan mental ibu untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.
3.                  Procotan
Acara procotan merupakan acara selamatan terakhir diadakan pada bulan kesembilan , dengan membuat jenang procot, yaitu bubur beras yang dimasak dengan santan manis, setengah matang dan diberi pisang kepok utuh yang telah dibuang kulitnya. Setelah dimasak bubur ini ditempatkan dalam takhir (wadah dari daun pisang). Pada acara makanan yang biasanya ada adalah nasi uduk, panggang atau ingkung dan buah pisang.
Maksud selamatan jenang procot adalah agar si bayi lahir dengan mudah (atau dalam bahasa jawa di sebut mrocot). Selain itu, selamatan pada bulan terakhir kehamilan ini juga dimaksudkan untuk menghormati saudara-saudara si bayi yang belum lahir, yaitu air kawah (ketuban) dan ari-ari (tembuni atau plasenta), yang menurut kepercayaan jawa adalah teman si bayi.
Peran bidan:
·         Menyarankan ibu untuk banyak memakan jenang procot yang telah  dibuat dimana terdapat buah pisang kepok yang telah matang di dalam jenang tersebut yang mengandung  99 gram kalori, 1,2 gram protein, 0,2 gram lemak, 25,8 miligram karbohidrat, 0,7 gram serat, 8 miligram kalsium, 28 miligram fosfor, 0,5 miligram besi, vitamin A, 0,08 miligram vitamin B, 3 miligram vitamin C dan 72 gram air. Salah satu penyakit yang sering dialami ibu hamil adalah anemia /kekurangan zat besi dimana penyakit ini merupakan penyebab utama kematian ibu saat melahirkan. Untuk mencegah kejadian buruk ini, ibu hamil disarankan untuk banyak mengkonsumsi pisang.
·         Karena procotan ini adalah selamatan terakhir pada ibu hamil di Desa Bakur, maka sebagai bidan harus kembali mengingatkan bahwa kelahiran semakin dekat dan ibu harus lebih menjaga kesehatannya, menanyakan bagaimana kegiatan senam hamil yang dilakukan ibu, menanyakan bagaimana persiapan ibu menghadapi kelahiran. Sebab, tahap ini sudah mendekati proses persalinan, sehingga janin yang dikandung pun sudah semakin berat dan besar, membuat sang ibu hamil harus memperhatikan setiap pergerakan tubuhnya. Selain itu, sang ibu hamil pun harus banyak beristirahat dan menyimpan tenaga untuk menghadapi proses persalinan, karena dalam proses persalinan dibutuhkan tenaga yang cukup besar untuk mendorong bayi keluar dari rahim sang ibu.

B.     Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa Kelahiran.
Budaya masyarakat jawa saat seorang ibu melahirkan adalah melakukan acara brokohan. Brokohan ini dilaksanakan saat hari kelahiran dengan tujuan agar proses kelahiran dapat berjalan lancar, ibu dan bayi selamat dan sehat. Yang biasanya dimasak saat acara ini adalah nasi putih, sayur lombok. Mie, panggang ayam dan sambal kedelai. Pada saat ini, bidan tidak banyak berperan dalam tradisi brokohan dirumah ibu, karena bidan sedang melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan nifas, contohnya peran bidan saat di tempat persalinan adalah menyarankan ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

C.     Budaya Masyarakat Desa Bakur pada Masa Nifas.
1.                  Sepasaran
Acara Sepasaran ini dilakukan pada saat bayi berusia 5 hari. Acara ini berupa acara selamatan. Acara ini mengundang keluarga juga tetangga di sekitar rumah.
Peran bidan:
·         Bidan dapat memantau perkembangan bayi, karena normalnya pada hari ke 5-7 tali pusat bayi sudah kering dan lepas.
2.                  Akikahan
 akikahan ini biasanya dilakukan pada saat bayi berumur 7 hari, namun jika tidak segera dilaksanakan juga tidak dilarang. Jika bayi berjenis kelamin laki-laki maka dilaksanakan dengan menyembelih 2 ekor kambing. Namun jika perempuan hanya seekor kambing. Dan juga yang selalu ada ialah jajanan dari tepung beras yang di isi di isi dengan gula yang biasa di sebut masyarakat mbel-mbel.
Peran Bidan:
·         Mengecek kembali tali pusat bayi bila pada hari ke-5 belum terlepas.
·         Mengecek perkembangan bayi, apakah berat badannya mulai bertambah, apakah ada kelainan, dll.
3.                  Selapanan
Acara selapanan merupakan acara selamatan yang dilakukan pada saat bayi berumur 35 hari. Hidangan yang biasanya dimasak adalah mbel-mbel, botok pelas, krawu, telur atau daging ayam.
Peran bidan:
·         Bidan mengecek tangisan bayi, dan biasanya bayi telah dapat mengepal kuat.
·         Memberitahu ibu agar jika menggendong bayi, kepala nya harus di topang karena belum kuat untuk menopang kepalanya.
·         Menyarankan ibu untuk mengimunisasikan bayinya karena merupakan usia dimana bayi di imunisasi hepatitis B.
4.                  Telonan
Acara telonan ini merupakan acara selamatan pada saat bayi berumur 3 bulan. Hidangan yang di suguhkan sama seperti pada acara selapanan.
Peran bidan:
·         Bayi dapat mengecek apakah melihat dan mengikuti arah dimana ibu
·         Bidan mengingatkan ibu untuk tetap menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
5.                  Pitonan
Acara pitonan merupakan acara selamatan pada saat bayi berumur 6 atau 7 bulan. Hidangan yang disediakan sama seperti saat selapanan dan telonan. Pada acara ini pada zaman dahulu, bayi dimandikan oleh dukun bayi, namun saat ini sudah jarang ada di gantikan oleh nenek atau kakek atau mungkin saudara-saudara lain. Dan pada saat bayi berusia 1 tahun biasanya masyarakat desa Bakur mengadakan acara selamatan untuk memperingati hari ulang tahun anaknya.
Peran bidan:
·         Menanyakan kepada ibu sudahkah ibu membawa bayinya untuk di imunisasi polio, DPT dan Hib, karena pada usia 7 bulan bayi seharusnya sudah mendapatkan imunisasi tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara saya (Maftuhah Riyandrini) dengan Ny. M, yang bertempat tinggal di Desa Tambak Rejo RT.02 RW.02 Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan, upacara kebudayaan jawa yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak adalah sebagai berikut.

A.     Budaya Masyarakat Desa Tambak Rejo pada Masa kehamilan.
1.    Tingkeban
                        Acara tingkeban ini dilaksanakan ketika masa kehamilan berumur 7 bulan. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam acara tingkeban ini adalah:
·                     Dawet ayu
                        Yaitu menggambarkan kesenangan
·                     Keleman
Yaitu umbi-umbian sebanyak 7 macam, terdiri dari ubi jalar, ketela, gembili, kentang, wortel, ganyong dan garut. Ini bermakna agar bayi yang lahir kelak mendapatkan rezeki yang banyak dan mau hidup sederhana.
Selain itu kepada ibu yang hamil pada acara ini di anjurkan untuk makan nasi kuning. Ini dimaksudkan supaya bayi yang lahir nanti berkulit putih bersih.
Acara ini dihadiri oleh keluarga dan tetangga sekitarnya sedangkan pelaksanaan nya setelah shalat dzuhur.
Peran Bidan dalam acara tingkeban :
1.      Bidan turut ikut serta dalam acara tingkeban. Bidan membantu ibu-ibu memasak makanan yang akan dihidangkan kepada undangan. Bidan mengikuti prosesi acara dari awal sampai selesai acara.
2.      Dengan makanan yang dihidangkan yaitu biasanya nasi dengan sayur kentang, kering tempe, dan lauk daging , membantu memberikan tambahan gizi kepada masyarakat.
3.      Dalam acara ini terdapat acara keleman yaitu umbi-umbian sebanyak 7 macam, terdiri dari ubi jalar, ketela, gembili, kentang, wortel, ganyong dan garut. Dari masing-masing umbi-umbian tersebut didalamnya mengandung banyak gizi yang baik untuk dikonsumsi.
4.      Bidan berkesempatan untuk memantau perkembangan dan keadaan ibu hamil  di rumah secara langsung.

B.      Budaya Masyarakat Desa Tambak Rejo pada Masa Nifas.
1.    Brokohan
Brokohan ini merupakan acara minta doa dan keberkahan. Brokohan dilaksanakan 1 hari setelah kelahiran bayi. Doa-doa yang dibaca dalam acara brokohan di antaranya, ayat kursi 7 kali, surat Al-Insyirah 3 kali, Surat Al-Qadr 7 kali, Surat Al-Ikhlas 7 kali, Surat Al-falaq, An-Nass, dan Al-Fatihah masing-masing 1 kali. Acara ini dihadiri oleh keluarga dan tetangga sekitarnya.
Peran Bidan dalam acara brokohan :
1.      Kegiatan bidan yang dilakukan dalam acara ini sama seperti kegiatan yang dilakukan dalam acara tingkeban.
2.      Dalam acara ini, keluarga yang memiliki hajat membuat nasi buceng, yaitu nasi yang dibentuk seperti gunung tetapi ujungnya lancip, dan di sekelilingnya diberikan urap dan diberi lauk tempe. Makanan ini diberikan kepada anak-anak. Sehingga, dengan acara ini dapat membantu memberikan tambahan gizi untuk anak-anak.
2.    Mengebumikan Ari-ari (Mengubur Plasenta)
Pada masyarakat kecamatan Pacitan, biasanya mengubur Plasenta bayi di sebelah kanan pintu. Plasenta tersebut sebelum dikebumikan dimasukan kedalam takhir terlebih dahulu. Pengebumian Plasenta di tambah dengan pemberian kunyit dan bunga, dan di atas tempat penguburan plasenta diberi lampu atau lilin.
Dalam acara ini bidan tidak banyak ikut berperan, karena prosesi mengebumikan ari-ari dilakukan oleh pihak keluarga.
3.    Tradisi Njagong bayi
Kata njagong berasal dari bahasa jawa yang berarti duduk-duduk bercengkerama bersama sambil menikmati hidangan. Para tetangga biasanya datang dalam rangka turut berbahagia atas kelahiran sang buah hati dari orang yang mempunyai hajat. Tuan rumah juga ikut njagongi atau menemani ngobrol para tamu yang datang sambil makan bersama. Tradisi ini berlangsung 5 hari setelah kelahiran.
Peran Bidan dalam acara njagong bayi :
1.      Memberikan tambahan asupan gizi kepada masyarakat dengan adanya hidangan makanan yang disediakan oleh keluarga yang mempunyai hajat.
2.      Bidan dapat memberikan asuhan kepada ibu setelah melahirkan dan keluarganya mengenai pelepasan tali pusat, cara memandikan bayi dengan benar dan kegiatan lainnya melalui acara brokohan ini.
4.    Aqiqah
Acara aqiqah ini dilaksanakan pada hari ke-7 dengan acara penyembelihan kambing, mencukur rambut bayi dan pemberian nama. Jika anak yang dilahirkan adalah laki-laki maka jumlah kambing yang disembelih adalah 2 ekor, jika anak perempuan maka hanya 1 ekor kambing.
Para tamu dan tetangga di undang untuk menghadiri acara tersebut dengan maksud mendoakan sang bayi supaya menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi masyarakat. Di akhir acara para undangan disuguhkan hidangan dengan menu utama daging kambing.
Peran Bidan dalam acara aqiqahan :
1.      Memberikan tambahan asupan gizi kepada masyarakat dengan adanya hidangan makanan yang disediakan oleh keluarga yang mempunyai hajat.
2.      Bidan turut ikut serta dalam acara tingkeban. Bidan membantu ibu-ibu memasak makanan yang akan dihidangkan kepada undangan. Bidan mengikuti prosesi acara dari awal sampai selesai acara.
3.      Bidan dapat mengetahui apakah tali pusat sudah lepas apa belum. Selain itu bidan dapat mengetahui bagaimana tumbuh kembang bayi apakah dapat berkembang dengan baik atau tidak.
`          
2.3              Peran Bidan dalam Pendekatan Sosial Budaya yang Berkaitan dengan            Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan guna meningkatkan angka Kesehatan Ibu dan Bayi (KIA) diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
1.  Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2.  Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3.  Mempelajari data penduduk yang meliputi:
·            Jenis kelamin
·            Umur
·            Mata pencaharian
·            Pendidikan
·            Agama
4.  Mempelajari peta desa
5.  Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
                            
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya (kebijakan) dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) profesi melalui pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kebudayaan seolah tradisi tersebut benar adanya meskipun terkadang tidak dapat diterima secara logika. Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap kebudayaan kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap kebudayaan itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

BAB III
Penutup


3.1 Kesimpulan

Suku Jawa termasuk suku terbesar jumlahnya di Indonesia. Suku bangsa Jawa mengenal upacara sehubungan dengan kehamilan. Banyak budaya-budaya jawa yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran, dan masa nifas. Budaya-budaya tersebut perlu kita pelajari dan kita tahu untuk melakukan pendekatan kepada masyakarat jawa yang terbilang masih memegang teguh unsur budaya dalam kehidupannya.
Pada masyarakat jawa, unsur-unsur kebudayaan yang terkadang ada yang kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial budaya dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang dihadapi.

3.2.   Saran

1.         Kita harus selektif dalam menghadapi segala budaya-budaya yang telah lama                     berkembang dalam masyarakat.
2.         Budaya yang berkembang dalam masyarakat tidak selamanya merugikan bagi dunia           kesehatan, adapula yang bermanfaat maka dari itu perlunya bagi kita untuk        melestarikan budaya-budaya yang bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi        masyarakat.
3.         Perbedaan budaya-budaya dalam masyarakat janganlah di jadikan sekat pemisah    antar masyarakat.
4.         Sebagai tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita        memperhatikan adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini            bermanfaat bagi bidan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat sehingga       masyarakat dengan mudah percaya dan menerima apa yang diberikan oleh bidan.      Karena terkadang sebagai tenaga kesehatan, bidan mengalami kesulitan dalam       memberikan pelayanan yang bertentangan dengan adat istiadat dan budaya setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Tiya. 2012. Budaya dan Mitos-Mitos pada Suku Jawa. Diunduh dari http://tiyalestarisaid.blogspot.com/2.012/05/sosbud-budaya-dan-mitos-mitos-pada-suku.html. (Diakses tanggal 4 Desember 2012, 07:34)

Akriz. 2011. Makalah Aspek Sosial Budaya Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan. Diunduh dari http://kti-akbid.blogspot.com/2011/03/makalah-aspek-sosial-budaya-kaitannya.html. (Diakses tanggal 18 Desember 2012, 19:57)

Anjarwati, Dian Warjanti. 2010. Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan dengan Kesehatan Ibu. Diunduh dari http://dheeachtkeyz.blogspot.com/2010/11/aspek-sosial-budaya-yang-berhubungan_19.html. (Diakses tanggal 8 Desember 2013,20:13)

Dzira. 2012. Buah Pisang Baik Untuk Ibu Hamil. Diunduh dari http://pondokibu.com/buah-pisang-baik-untuk-ibu-hamil.html. (Diakses tanggal 3 Januari 2013, 18:15)


Aprilia, Yessie. 2012. Senam Hamil. Diunduh dari http://www.bidankita.com/joomla-overview/monthly-guide/454-senam-hamil. (Diakses tanggal 3 Januari 2013, 18:35)